TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Derasnya tekhnologi informasi, membuat begitu cepat pula keluarnya teknologi smartphone atau gadget.
Ponsel pintar menjadi semacam ‘orang terdekat’ pertama sebelum pacar, orang tua, atau rekan dekat lainnya.
Hal ini membuat anak dijauhkan dari persoalan sosial, atau anak menjadi asosial.
Atas hal ini, sebuah sekolah alam pun didirikan. Trihita Alam Eco School, mengajarkan anak-anak dengan bermain.
Anak begitu mudah menerima pelajaran, tanpa disadari oleh si anak karena ia sedang bermain-main di alam.
Pantauan Tribun Bali di sekolah di kawasan Tukad Badung XXV itu, anak-anak diajarkan untuk bercocok tanam, beternak dengan memberi makan kambing, bebek dan burung merpati.
Tentu saja, sekolah seperti ini hanya satu-satunya di Pulau Seribu Pura ini.
Dan terpantau, anak-anak sedang bermain di rumput dengan pelajaran membuat roket dari pelepah pisang.
Mereka, anak-anak, tidak tersekat dinding, berada di rerumputan, dan tidak ada keramik di lantai. Hanya kayu, dan pohon sebagai tempat berteduh.
Pendiri Trihita Alam Eco School, Wanti Siregar menyatakan, Trihita Alam School mengusung konsep Tri Hita Karana, yakni hubungan dengan Tuhan, sesama dan alam.
Pendidikan ini difokuskan kepada karakter unik setiap anak. Yang intinya, bermain di alam dan memberikan pelajaran. Yang tanpa disadari pula bahwa anak mendapatkan semua pendidikannya ketika mereka asyik dengan permainannya.
“Jadi kami ingin mengeluarkan apa yang ada di dalam anak-anak (potensi), tidak harus menjejalkan dan malah anak tertekan,” ucapnya, Senin (29/5/2017).
Sebelum memulai pelajaran pun, sambung dia, anak-anak akan disambut burung merpati yang bertengger di tembok. Kemudian, mengamati pertumbuhan kelinci di sekolah dan bergantian mengelus kelinci itu. Di sini anak-anak akan tumbuh dengan tidak tertekan PR.
Mereka akan mengembangkan potensinya dengan lebih banyak bersosial, bekerjasama dengan berkelompok di lingkungan yang penuh perhatian.
“Anak-anak sudah banyak bermain gadget. Padahal mereka harus mengenal alam, bermain dan bersosial. Tidak dibebankan PR atau beban lainnya. Jadi kami ingin potensi pendidikan muncul dari anak, bukan kita yang selalu menjejalkan,” ungkapnya.
Wanti mengaku, bahwa jaman sudah berubah, dahulu ketika Televisi hanya bisa dinikmati dengan sangat jarang kini entertainment merajalela.
Dan entertainment serta gadget menjadi tantangan tersendiri.
Karena itu, sekolah harus menjadi lebih menarik dari pada entertaiment.
“Dengan begitu, akan memacu anak untuk pergi ke sekolah. Mereka yang lebih antusias dan mempunyai inisiatif dan lebih kreatif dalam pendidikan,” jelasnya.
Salah satu Wali Murid Imelda Pandjaitan menyatakan, bahwa dalam belajar ini, anaknya lah yang lebih antusias dan merasa bahagia.
Mereka tidak tertekan PR dan tertekan dalam menerima pelajaran.
Anak menjadi lebih mudah menerima pelajaran ketika diiringi dengan permainan dan berada di out door.
“Kalau anak saya bahagia, saya juga bahagia. Anak saya selalu saya tanya, bagaimana di sekolah? Dia selalu menjawab bahagia. Itu yang kami harapkan,” jelasnya.
Featured in http://bali.tribunnews.com/2017/05/29/minimalisir-anak-dari-gadget-trihita-alam-eco-school-ajarkan-pelajaran-dengan-bermain